Si Beruang Yang Marah

Halo, namaku Poppy. Aku adalah penjaga hutan yang handal di daerahku. Semenjak kecil Aku suka sekali dengan hewan. Ketika Aku berumur dua puluh tahun, Aku mendaftarkan diri menjadi penjaga hutan di daerahku. Sekarang umurku sudah tiga puluh lima tahun dan Aku masih bersemangat menjadi seorang penjaga hutan yang handal.

Hari ini ada segerombolan remaja yang datang ke pos penjaga tempat Aku biasanya menghabiskan waktu. Mereka meminta izin kepadaku untuk berkemah malam ini di dalam hutan. Hutan ini memang biasanya banyak dijadikan tempat berkemah karena dekat dengan perkampungan. Aku tentu saja mengizinkan mereka untuk berkemah di dalam hutan asalkan mereka tidak membuat keonaran. Remaja seperti mereka biasanya suka merusak hutan dan mengganggu kehidupan hewan liar di sana. Tetapi mereka berjanji kepadaku untuk tidak membuat keonaran di dalam hutan. Mereka lalu berpamitan kepadaku dan masuk ke dalam hutan.


Setelah Aku melihat mereka hilang di balik pepohonan, Aku membalikkan badan dan masuk ke dalam pos penjagaan. Aku meneruskan membaca buku tentang primata unik yang tertunda tadi. Aku membaca buku itu sampai tak terasa malam pun tiba. 


Aku lalu membereskan barang-barangku dan mengunci pintu, bersiap-siap untuk tidur. Aku lalu masuk ke dalam kamarku yang berukuran kecil dan membaringkan badanku di atas ranjang lusuh yang selalu Aku pakai. Aku lalu menarik selimut di ujung kakiku dan menutupi badanku dengan selimut itu. Aku memejamkan mataku dan membawa diriku ke alam bawah sadar.


Tepat ketika Aku ingin tertidur sempurna di atas ranjangku, Aku mendengar senyap-senyap suara teriakan dari kejauhan. Aku tidak mengacuhkan suara itu menganggap itu hanyalah suara hewan di malam hari. Tetapi semakin lama Aku mendengar suara itu, Aku bisa mendengar suara orang meminta tolong dari sana. Semakin lama suara itu semakin mendekat ke arah pos penjagaan tempatku berada.


Aku langsung duduk di atas ranjangku, berusaha mendengarkan suara itu dengan lebih baik. Belum sempat Aku memikirkan apa yang akan Aku lakukan, suara itu telah sampai di depan pintu pos dan memanggilku. Orang yang meminta tolong itu menggedor-gedor pintu berusaha memanggilku. 


Aku lalu turun dari ranjangku dan segera membukakan pintu. Di sana terlihat seorang remaja perempuan yang menangis sambil meminta tolong. Perempuan itu menarik tanganku berusaha membawaku entah kemana. Aku Lalu menenangkan perempuan itu dan bertanya apa yang terjadi. Perempuan itu mengatakan bahwa ada beruang yang menyerang mereka dan berusaha melukai teman-temannya.

Aku lalu membawa peralatanku dan pergi dengan perempuan itu dengan mobil hutan yang Aku punya. Perempuan itu menunjukkan jalan ke arah dimana mereka berkemah dan diserang beruang. aku berusaha mengendarai mobilku secepat mungkin. Kondisi hari yang sudah malam menylitkan pandanganku. Untungnya lokasi tempat mereka berkemah tidak jauh dari pos penjagaan sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menempuhnya.

Setibanya Aku di sana, Aku melihat seekor beruang yang mengejar para remaja di sana dengan bengis. Aku menembakkan senapan yang Aku bawa ke kaki beruang itu. Aku menembak kaki beruang itu sebanyak enam kali. Beruang itu terduduk dan merintih kesakitan. Dia mengamuk pasrah dengan keadaanya. Aku sebenarnya sangat benci menembak hewan seperti ini. Namun harus bagaimana lagi? Aku tidak mungkin membiarkan beruang itu melukai para remaja ini.


Tetapi, tak lama setelah itu, sang beruang berusaha merangkak ke arah hutan. Dia tampak mencari sesuatu di dalam sana. Setelah beberapa saat, Dia menarik sesuatu dari semak-semak. Ternyata benda yang Dia tarik itu adalah seekor anak beruang. Anak beruang itu tampak merintih kesakitan sama seperti induknya. Anak beruang itu berukuran kecil sehingga muat di genggaman induknya.


Induk beruang itu memeluk anaknya lalu meraung lemah. Terlihat ada cairan bening yang mengalir dari matanya. Sepertinya sang beruang itu sedang menangis. Aku lalu melihat dengan teliti anak beruang itu. Ada luka di dahinya yang membuat anak beruang itu lemah. Secara perlahan Aku mendekati kedua beruang itu dengan membawa kotak P3K berniat untuk membantunya. Sang induk beruang awalnya tidak senang dengan kehadiranku. Tapi Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena kakinya terluka. Aku lalu mengobati kaki beruang itu yang tadi sempat ku tembak. Karena melihat Aku yang ingin membantunya, sang beruang akhirnya bisa Aku jinakkan.


Aku lalu meminta izin kepada beruang itu untuk mengobati anaknya juga. Untungya sang beruang itu langsung memberikan anaknya untuk Aku obati. Ternyata anak beruang itu terkena ketapel salah satu remaja di sana. Itulah yang membuat sang induk beruang itu marah. Setelah Aku selesai mengobati kedua beruang itu. Sang beruang langsung menggendong anaknya dan masuk ke dalam hutan. Tubuhnya yang besar itu tidak terlihat lagi ditelan kegelapan malam.


Aku lalu beralih menghadap para remeja itu dan berjalan ke arah mereka. Aku bertanya apakah ada yang terluka di antara mereka. Untungnya tidak ada di antara mereka yang terluka cukup parah. Mereka hanya lecet di bagian tertentu karena terkena ranting pohon. Aku lalu mengobati mereka dan menasehati mereka agar tidak menembakkan ketapel sembarangan karena bisa saja itu melukai hewan di hutan ini. Mereka lalu menganguk serempak dan berjanji tidak berbuat hal ceroboh lagi.


Aku lalu berpamitan kepada remaja-remaja itu dan masuk ke dalam mobilku. Aku mengendarai mobilku sampai di pos penjagaan. Aku lalu masuk ke dalam pos penjagaan dan membersihkan diriku. Setelah itu Aku lalu masuk ke dalam kamarku dan merebahkan diri di atas ranjang. Mataku terpejam seketika. Kejadian malam ini membuat tubuhku lelah.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amygdala, Pusat Emosi di Otak

Okapi, Jerapah Hutan yang Misterius

Palung Mariana, Titik Terdalam di Bumi